BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus
meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup, seperti merokok, obesitas,
inaktivitas fisik, dan stess psikososial. Hampir di setiap negara,
hipertensi menduduki peringkat pertama sebagai penyakit yang paling sering
dijumpai (Wijoyo, 2011).
Hipertensi juga merupakan tantangan kesehatan di indonesia. Analisis
Kearney dkk, memperlihatkan angka peningkatan hipertensi sangat tinggi, pada
tahun 2010 lebih dari 25% populasi dunia merupakan hipertensi atau sekitar 1
milar orang dan 2/3 penderita hipertensi ada di negara berkembang. Bila
tidak dilakukan pengontrolan pada tahun 2025 jumlah penderita hipertensi
diprediksi akan meningkat menjadi 29% atau sekitar 1,6 milyar di seluruh
dunia (Tedjakusuma, 2012 dalam Tumenggung, 2013).
Lansia adalah mereka yang berusia 65 tahun keatas.
Masalah yang biasa dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi
organ tubuh menurun dan mengalami menopause. Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian
kebutuhan akan zat gizi. Ada
lansia yang tergolong sehat, dan adapula yang mengidap penyakit kronis. Di
samping itu, sebagian lansia masih mampu mengurus diri sendiri, sementara
sebagian lansia sangat bergantung pada “belas kasihan” orang lain. Kebutuhan
zat gizi mereka yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda dengan orang
dewasa sehat. Namun penuaan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jika
asupan gizi tidak dijaga.
Di Indonesia, prevalensi penyakit degeneratif sangat rentan terkena pada
lansia. Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat
sebanyak 7,2% dari estimasi tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukkan
bahwa sebanyak 81,5% penderita hipertensi menyadari bahwa mereka menderita
hipertensi. 74,9% menerima pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan
darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik). Sekitar 69% pasien serangan
jantung, 77% pasien stroke, dan 74% pasien congestive heart failure (CHF)
menderita hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg. Hipertensi
menyebabkan kematian pada 45% penderita penyakit jantung dan 51% kematian
pada penderita penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Hipertensi merupakan penyakit yang dapat siapa saja, baik muda maupun tua.
Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer karena termasuk
penyakit yang mematikan. Bahkan, hipertensi tidak secara langsung membunuh
penderitanya, melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang
tergolong kelas berat dan mematikan serta dapat meningkatkanresiko serangan
jantung, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal (Pudjiastuti, 2013).
Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit degeneratif, umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan
dengan seiring bertambahnya umur (Triyanto, 2014).
B.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui pengertian lansia, batasan lansia, dan perubahan yang
terjadi pada lansia,
b.
Untuk mengetahui pengertian hipertensi
c.
Untuk mengetahui klasifikasi hipertensi
d.
Untuk mengetahui penyebab hipertensi
e.
Untuk mengetahui patofisiologi hipertensi
f.
Untuk mengetahui manifestasi klinis hipertensi
g.
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang hipertensi
h.
Untuk mengetahui penatalaksanaan medis hipertensi
i.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan hipertensi pada lansia
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan definisi
secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65
tahun keatas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari
sutu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai
oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi
stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi,
2009).
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi lansia sebagai
berikut:
a.
Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
b.
Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c.
Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut WHO lanjut usia terdiri dari beberapa pengelompokan umur
diantaranya yaitu sebagai berikut :
1.
Usia pertengahan middle age 45-59 tahun
2.
Lansia 60-74 tahun (elderly)
3.
Lansia tua 75-90 tahun (old)
4.
Usia sangat tua (very old)
Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia
meliputi
perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial,
perubahan
kognitif dan perubahan spiritual.
B.
Pengertian Hipertensi
Istilah hipertensi diambil dari bahasa inggris hypertension yang berasal
dari bahasa latin “hyper” dan “tension”. Hyper berarti super atau luar biasa
dan tension berarti tekanan atau tegangan. Hypertension akhirnya menjadi
istilah kedokteran yang populer untuk menyebut penyakit darah tinggi.
Tekanan darah adalah tenaga yang dipakai oleh darah yang dipompakan dari
jantung untuk melawan tahanan pembuluh darah, jika tekanan darah seseorang
meningkat dengan tajam dan kemudian menetap tinggi, orang tersebut dapat
dikatakan mempunyai tekanan darah tinggi atau hipertensi (Gunawan,
2001).
Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu peningkatan kronis
(yaitu meningkat secara perlahan-lahan, bersifaat menetap) dalam tekanan
darah arteri sistolik yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi
tidak peduli apa penyebabnya, mengikuti suatu pola yang khas (Wolff, 2006 :
h 62).
Hipertensi merupakan penyakit yang dapat siapa saja, baik muda maupun tua.
Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer karena termasuk
penyakit yang mematikan. Bahakan, hipertensi tidak secara langsung membunuh
penderitanya, melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang
tergolong kelas berat dan mematikan serta dapat meningkatkanresiko serangan
jantung, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal (Pudjiastuti, 2013).
Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit degeneratif, umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan
dengan seiring bertambahnya umur (Triyanto, 2014).
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau
lebih dan tekanan diastolik 120 mmHg. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten, dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan
diastoliknya diatas 90 mmHg. Pada populasi lansia hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Menurut
WHO 1996, batasan tekanan darah normal orang dewasa adalah maksimum 140/90 mmHg. Apabila tekanan darah seseorang diatas angka
tersebut pada beberapa kali pengukuran di waktu yang berbeda, orang tersebut
bisa dikatakan menderita hipertensi. Pasien hipertensi memiliki resiko lebih
besar untuk mendapatkan serangan jantung dan stroke (Suwarsa, 2006).
Hipertensi juga merupakan tantangan kesehatan di indonesia. Analisis
Kearney dkk, memperlihatkan angka peningkatan hipertensi sangat tinggi, pada
tahun 2010 lebih dari 25% populasi dunia merupakan hipertensi atau sekitar 1
milar orang dan 2/3 penderita hipertensi ada di negara berkembang. Bila
tidak dilakukan pengontrolan pada tahun 2025 jumlah penderita hipertensi
diprediksi akan meningkat menjadi 29% atau sekitar 1,6 milyar di seluruh
dunia (Tedjakusuma, 2012 dalam Tumenggung, 2013).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013), menunjukkan bahwa
prevalensi nasional hipertensi adalah sebesar 25,8%. Dari jumlah penderita
tersebut, hanya sepertiga yang telah terdiagnosis atau mendapatkan
pengobatan atau treatment. Sisanya, dua pertiga lagi tidak terdiagnosis
apalagi tidak minum obat. Berdasarkan kelompok umur penderita hipertensi,
prevalensi hipertensi pada umur diatas 75 tahun adalah sebesar 63,8%, dan
juga untuk umur 65-74 tahun adalah sebesar 57,6%, terus untuk umur 55-64
tahun adalah sebesar 45,9%, kemudian untuk umu 45-54 tahun adalah sebesar
36,6%, kemudian untuk umur 35-44 tahun adalah 24,8%, selanjutnya untuk umur
25-34 tahun adalah sebesar 14,7% dan untuk umur 15-24 tahun adalah sebesar
8,7% (Depkes RI, 2016).
C.
Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan menjadi hipertensi dimana tekanan
sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan diastolik sama atau
lebih besar dari 90 mmHg, dan hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan
sistolik sama atau lebih besar dari 160 mmHg dan tekana diastolik lebih
rendah dari 90 mmHg. Sedangkan berdasarkan penyebab hipertensi dapat
dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu hipertensi esensial (hipertensi primer)
dan hipertensi sekunder (Darmojo & Hadimartono, 1999).
Hipertensi primer atau esensial atau hipertensi idiopatik adalah hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi jenis ini merupakan 90% kasus
hipertensi yang banyak terjadi di masyarakat. Hipertensi ini merupakan
proses kompleks dari beberapa organ utama dan sistem, meliputi jantung,
pembuluh darah, saraf, hormon, dan ginjal.
Hipertensi sekunder adalah naiknya tekanan darah yang diakibatkan oleh
suatu sebab. Hipertensi jenis ini terjadi pada 5% kasus yang terjadi di
masyarakat. Selain itu, ada beberapa jenis hipertensi dengan ciri khas
khusus. Isolated Sistolic Hypertension
adalah hipertensi yang terjadi ketika tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg,
namun tekanan diastolik dalam batas normal. Keadaan ini berhubungan dengan
arteriosclerosis (pengerasan dinding arteri). Pregnancy Induced Hypertension
adalah kondisi naiknya tekanan darah yang terjadi selama kehamilan, dimana
naiknya tekanan darah sistolik dan diastolik lebih dari 15 mmHg (Guibert R
dan Franco ED, 1999).
D.
Etiologi
Penyebab hipertensi pada lanjut usia dikarenakan terjadinya perubahan pada
elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun, sehingga kontraksi dan volumenya pun ikut menurun, kehilangan
elastisitas pembuluh darah karena kurang efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigen, meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Brunner &
Suddarth, 2000).
Penyebab dari hipertensi essensial atau idiopatik meliputi faktor genetik
dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resitensi insulin, dll. Sedangkan yang termasuk faktor
lingkungan antara lain diet, kebiasaan meroko, stress emosi, obesitas, dll
(Nafrialdi, 2009). Pada sebagian
besar pasien, kenaikan berat badan
yang berlebihan dan gaya hidup
tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi.
Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang
berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan
berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan resiko 65-70 % untuk terkena hipertensi
primer (Guyton, 2008).
Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi
sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat
penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskuler adalah penyebab sekunder
yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung maupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah (Oparil, 2003). Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui,
sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung
koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi, 2000).
E.
Patofisiologi
Dalam buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth (2000)
menjelaskan patofisiologi hipertensi terdapat pada, mekanisme yang mengatur
atau mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasonator. Pada medula otak, dari pusat vasomotor inilah bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna,
medula spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre
ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meski
tidak diketahui denagn jelas mengapa bisa terjadi hal tersebut.
F.
Manifestasi Klinis
a.
Sakit kepala
b.
Pusing
c.
Lemas
d.
Kelelahan
e.
Gelisah
f.
Mual & muntah
g.
Sukar tidur
h.
Mata berkunang-kunang
i.
Telinga berdengung
G.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium
Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
b.
CT Scan
Untuk mengkaji adanya tumor celebral, encelopati
c.
EKG
Untuk dapat menunjukkan pola regangan dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
d.
IUP
Untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : batu ginjal dan
perbaikan ginjal
e.
Foto dada
Untuk menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
H.
Penatalaksanaan Medis
Setelah diagnosa hipertensi ditegakkan dan diklasifikasikan menurut
golongan atau derajatnya, maka dapat dilakukan dua strategi penatalaksanaan
dasar yaitu :
1.
Non farmakologi
Yaitu tindakan untuk mengurangi faktor resiko yang telah diketahui akan
menyebabkan atau menimbulkan komplikasi, misalnya menghilangkan obesitas,
menghentikan kebiasaan merokok, mengurangi konsumsi alkohol, dan mengurangi
asupan garam, olahraga teratur, dan pemberian kalium dalam bentuk makanan
buah dan sayuran.
2.
Farmakologi
Yaitu memberikan obat anti hipertensi yang telah terbukti kegunaannya dan
keamanannya bagi penderita. Obat-obatan yang digubakan pada hipertensi
adalah :
a.
Diuretik, contohnya furosemide, triamferena, spironolactone
b.
Beta blockers, contohnya metaprolol, atenolol, timolol
c.
ACE-inhibitor, contohnya lisinopril, captopril, quinapril
d.
Alpha-blockers, contohnya prazosin, terazosin
e.
Antagonis kalsium, contohnya diltiazem, amlodipine, nifedipine
f.
Vasodilator-direct, contohnya minixidil, mitralazine
g.
Angiotensin reseptor antagonis, contohnya losartan
h.
False-neurotransmitter, contohnya clodine, metildopa, guanabens khusus
Upaya terapi khusus ditujukan untuk penderita hipertensi sekunder yang
jumlahnya kurang lebih 10% dari total penderita hipertensi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Pengkajian pada lansia dengan hipertensi menurut Doengoes, et al (2001)
adalah :
1.
Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko
2.
Pola aktivitas & istirahat
3.
Sirkulasi
4.
Integritas ego
5.
Eliminasi
6.
Makanan / cairan
7.
Neurosensori
8.
Nyeri / ketidaknyamanan
9.
Pernafasan
10. Keamanan
B.
Diagnosa
Diagnosa keperawatan pada pasien hipertensi menurut Doengoes, et al (2001)
adalah :
1.
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
2.
Intoleransi aktivitas
3.
Nyeri akut
C.
Intervensi & Implementasi
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
NIC
|
NOC
|
1.
|
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
|
ü tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima.
ü Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang dan
pasien
|
1.
Pantau tekanan darah.
2.
Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
3.
Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
4.
Amati warna kulit,
kelembaban suhu, dan masa pengisian kapiler.
5.
Catat edema
umum/tertentu.
6.
Beri lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktifitas/keributan
lingkungan dan batasi jumlah pengunjung dan lamannya tinggal.
7.
Pertahankan pembatasan aktifitas (jadwal istirahat tanpa gangguan,
istirahat di tempat tidur/kursi), bantu pasien melakukan aktifitas
perawatan diri sesuai kebutuhan.
8.
Lakukan tindakan yang nyaman (pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat tidur).
9.
Anjurkan tehnik relaksasi, distraksi, dan panduan imajinasi.
10.
Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
11.
Kolaborasi dalam
pemberian obat-obat sesuai indikasi seperti:
Diuretik tiazoid: diuril, esidrix, bendroflumentiazoid
12.
Kolaborasi dalam memerikan pembatasan cairan dan diet natrium
sesuai indikasi.
13.
Siapkan untuk pembedahan bila ada indikasi.
|
1.
Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap
tentang keterlibatan/bidang masalah vaskuler.
2.
Denyutan karotis, jugularis, radialis, dan femoralis mungkin
diamati atau tekanan palpasi. Denyutan pada tungkai mungkin menurun:
efek dari vasokontraksi.
3.
Bunyi jantung IV umum terdengar pada hipertensi berat dan kerusakan
fungsi adanya krakels mengi dapat mengindikasi kongesti paru
sekunder terhadap atau gagal jantung kronik.
4.
Mungkin berkaitan dengan vasokontraksi atau mencerminkan
dekompensasi atau penurunan curah jantung.
5.
Mengindikasi gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler.
6.
Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, menurunkan
relaksasi.
7.
Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah
dan perjalanan penyakit hipertensi.
8.
Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang
simpatis.
9.
Menurunkan rangsangan stress membuat efek tenang, sehingga akan
menurunkan tekanan darah.
10.
Respon terhadap terapi obat tergantung pada individu dan efek
sinergis obat.
11.
Dapat memperkuat agen antihipertensi lain dengan membatasi retensi
cairan.
12.
dapat menangani retensi cairan dengan respon hipertensi yang dapat
melibatkan beban kerja jantung.
13.
Bila hipertensi berhubungan dengan adanya fcokromositoma maka
pengangkatan tumor dapat memperbaiki kondisi.
|
2.
|
Intoleransi aktivitas
|
ü Berpartisipasi dalam aktifitas yang dinginkan/diperlukan.
ü Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat
diukur.
ü Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda toleransi fisiologis.
|
1.
Kaji respon pasien terhadap aktifitas frekuensi nadi, peningkatan
tekanan darah yang nyata selama/sesudah aktifitas.
2.
Instruksikan tehnik penghematan energi (menggunakan kursi saat
mandi, duduk, menyisir rambut atau menyikat gigi, lakukan aktifitas
dengan perlahan).
3.
Berikan dorongan untuk melakukan aktifitas/perawatan diri bertahap
jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
|
1.
Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologis
stress terhadap aktifitas dan bila ada merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktifitas.
2.
Dapat mengurangi penggunaan energi dan membantu keseimbangan antara
suplai antara suplai dan kebutuhan O2.
3.
Kemajuan aktifitas bertahap mencegah penurunan kerja jantung
tiba.
|
3.
|
Nyeri akut
|
ü melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang/tidak terkontrol
ü Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
|
1.
Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
2.
Berikan kompres dingin pada dahi, pijat punggung, dan leher,
tenang, redupkan lampu kamar, tehnik relaksasi.
3.
Hilangnya/minimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat menurunkan
dan sakit kepala, misalnya: batuk panjang, mengejan saat BAB, dan
lain-lain.
4.
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
5.
Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila
terjadi perdarahan hidung atau kompres di hidung telah dilakukan
untuk menghentikan perdarahan.
6.
Kolaborasi dalam pemberian analgesik dan antiansietas.
|
1.
Meminimalkan stimulasi atau menurunkan relaksasi.
2.
Menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang memperlambat/ memblok
respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan
komplikasi.
3.
Menyebabkan sakit kepala pada adanya tekanan vaskuler serebral
karena aktifitas yang meningkatkan vaskonotraksi.
4.
Pusing dan pengelihatan kabur sering berhubungan dengan sakit
kepala.
5.
Menaikkan kenyamanan kompres hidung dapat mengganggu menelan atau
membutuhkan nafas dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral
dan mengeringkan mukosa.
6.
Dapat mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan yang diperbuat oleh
stress.
|
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Menurut WHO lanjut usia terdiri dari beberapa pengelompokan umur
diantaranya yaitu sebagai berikut : Usia pertengahan middle age 45-59 tahun,
Lansia 60-74 tahun (elderly), Lansia tua 75-90 tahun (old), dan Usia sangat
tua (very old).
Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia meliputi
perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial,
perubahan kognitif dan perubahan spiritual.
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten, dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg. Pada
populasi lansia hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg. Menurut
WHO 1996, batasan tekanan darah normal orang dewasa adalah maksimum 140/90 mmHg.
Apabila tekanan darah seseorang diatas angka tersebut pada beberapa kali
pengukuran di waktu yang berbeda, orang tersebut bisa dikatakan menderita
hipertensi. Pasien hipertensi memiliki resiko lebih besar untuk mendapatkan
serangan jantung dan stroke (Suwarsa, 2006).
B.
Saran
a.
Perlu adanya peningkatan kerjasama yang baik antara perawat dan keluarga
pasien, tim medis dalam proses keperawatan.
b.
Perlu dilakukannya penyuluhan dan promosi kesehatan tentang hipertensi
c.
Perawat harus menjalin hubungan yang baik dengan klien untuk terwujudnya
asuhan keperawatan yang dilakukan.
d.
Perawat harus menggunakan komunikasi terapeutik dan respon empati
e.
Perawat harus mendengarkan dan mendorong pasien untuk mendiskusikan pikiran
dan perasaan klien
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2002).
Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sobel, Barry J, et all (1999).
Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis Dan Terapi. Jakarta : Penerbit Hipokrates.
Tucker, S.M, et all (1999).
Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis Dan Evaluasi
Edisi V. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suwarsa (2006).
Kiat Sehat Bagi Lansia. Bandung
: MQS Publishing.
Jhonson, Marion dkk. 2000.
Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri : Mosby, Inc.
McCloskey, Joanne C. 1996.
Nursing Intervention Classification
(NIC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.
NANDA.
Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2005-2006.
Philadelphia : NANDA Internasional.
Rikesdas. 2015.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : PT. Rineka Cipta
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensi yang terus
meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup, seperti merokok, obesitas,
inaktivitas fisik, dan stess psikososial. Hampir di setiap negara,
hipertensi menduduki peringkat pertama sebagai penyakit yang paling sering
dijumpai (Wijoyo, 2011).
Hipertensi juga merupakan tantangan kesehatan di indonesia. Analisis
Kearney dkk, memperlihatkan angka peningkatan hipertensi sangat tinggi, pada
tahun 2010 lebih dari 25% populasi dunia merupakan hipertensi atau sekitar 1
milar orang dan 2/3 penderita hipertensi ada di negara berkembang. Bila
tidak dilakukan pengontrolan pada tahun 2025 jumlah penderita hipertensi
diprediksi akan meningkat menjadi 29% atau sekitar 1,6 milyar di seluruh
dunia (Tedjakusuma, 2012 dalam Tumenggung, 2013).
Lansia adalah mereka yang berusia 65 tahun keatas.
Masalah yang biasa dialami lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi
organ tubuh menurun dan mengalami menopause. Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian
kebutuhan akan zat gizi. Ada
lansia yang tergolong sehat, dan adapula yang mengidap penyakit kronis. Di
samping itu, sebagian lansia masih mampu mengurus diri sendiri, sementara
sebagian lansia sangat bergantung pada “belas kasihan” orang lain. Kebutuhan
zat gizi mereka yang tergolong aktif biasanya tidak berbeda dengan orang
dewasa sehat. Namun penuaan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jika
asupan gizi tidak dijaga.
Di Indonesia, prevalensi penyakit degeneratif sangat rentan terkena pada
lansia. Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat
sebanyak 7,2% dari estimasi tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukkan
bahwa sebanyak 81,5% penderita hipertensi menyadari bahwa mereka menderita
hipertensi. 74,9% menerima pengobatan dengan 52,5% pasien yang tekanan
darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik). Sekitar 69% pasien serangan
jantung, 77% pasien stroke, dan 74% pasien congestive heart failure (CHF)
menderita hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg. Hipertensi
menyebabkan kematian pada 45% penderita penyakit jantung dan 51% kematian
pada penderita penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Hipertensi merupakan penyakit yang dapat siapa saja, baik muda maupun tua.
Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer karena termasuk
penyakit yang mematikan. Bahkan, hipertensi tidak secara langsung membunuh
penderitanya, melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang
tergolong kelas berat dan mematikan serta dapat meningkatkanresiko serangan
jantung, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal (Pudjiastuti, 2013).
Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit degeneratif, umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan
dengan seiring bertambahnya umur (Triyanto, 2014).
B.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui pengertian lansia, batasan lansia, dan perubahan yang
terjadi pada lansia,
b.
Untuk mengetahui pengertian hipertensi
c.
Untuk mengetahui klasifikasi hipertensi
d.
Untuk mengetahui penyebab hipertensi
e.
Untuk mengetahui patofisiologi hipertensi
f.
Untuk mengetahui manifestasi klinis hipertensi
g.
Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang hipertensi
h.
Untuk mengetahui penatalaksanaan medis hipertensi
i.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan hipertensi pada lansia
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Pengertian lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan definisi
secara umum, seseorang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65
tahun keatas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari
sutu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai
oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi
stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual (Efendi,
2009).
Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi lansia sebagai
berikut:
a.
Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
b.
Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium
c.
Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium
Menurut WHO lanjut usia terdiri dari beberapa pengelompokan umur
diantaranya yaitu sebagai berikut :
1.
Usia pertengahan middle age 45-59 tahun
2.
Lansia 60-74 tahun (elderly)
3.
Lansia tua 75-90 tahun (old)
4.
Usia sangat tua (very old)
Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia
meliputi
perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial,
perubahan
kognitif dan perubahan spiritual.
B.
Pengertian Hipertensi
Istilah hipertensi diambil dari bahasa inggris hypertension yang berasal
dari bahasa latin “hyper” dan “tension”. Hyper berarti super atau luar biasa
dan tension berarti tekanan atau tegangan. Hypertension akhirnya menjadi
istilah kedokteran yang populer untuk menyebut penyakit darah tinggi.
Tekanan darah adalah tenaga yang dipakai oleh darah yang dipompakan dari
jantung untuk melawan tahanan pembuluh darah, jika tekanan darah seseorang
meningkat dengan tajam dan kemudian menetap tinggi, orang tersebut dapat
dikatakan mempunyai tekanan darah tinggi atau hipertensi (Gunawan,
2001).
Ilmu pengobatan mendefinisikan hipertensi sebagai suatu peningkatan kronis
(yaitu meningkat secara perlahan-lahan, bersifaat menetap) dalam tekanan
darah arteri sistolik yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor, tetapi
tidak peduli apa penyebabnya, mengikuti suatu pola yang khas (Wolff, 2006 :
h 62).
Hipertensi merupakan penyakit yang dapat siapa saja, baik muda maupun tua.
Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer karena termasuk
penyakit yang mematikan. Bahakan, hipertensi tidak secara langsung membunuh
penderitanya, melainkan hipertensi memicu terjadinya penyakit lain yang
tergolong kelas berat dan mematikan serta dapat meningkatkanresiko serangan
jantung, gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal (Pudjiastuti, 2013).
Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit degeneratif, umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan
dengan seiring bertambahnya umur (Triyanto, 2014).
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mmHg atau
lebih dan tekanan diastolik 120 mmHg. Hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten, dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan
diastoliknya diatas 90 mmHg. Pada populasi lansia hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Menurut
WHO 1996, batasan tekanan darah normal orang dewasa adalah maksimum 140/90 mmHg. Apabila tekanan darah seseorang diatas angka
tersebut pada beberapa kali pengukuran di waktu yang berbeda, orang tersebut
bisa dikatakan menderita hipertensi. Pasien hipertensi memiliki resiko lebih
besar untuk mendapatkan serangan jantung dan stroke (Suwarsa, 2006).
Hipertensi juga merupakan tantangan kesehatan di indonesia. Analisis
Kearney dkk, memperlihatkan angka peningkatan hipertensi sangat tinggi, pada
tahun 2010 lebih dari 25% populasi dunia merupakan hipertensi atau sekitar 1
milar orang dan 2/3 penderita hipertensi ada di negara berkembang. Bila
tidak dilakukan pengontrolan pada tahun 2025 jumlah penderita hipertensi
diprediksi akan meningkat menjadi 29% atau sekitar 1,6 milyar di seluruh
dunia (Tedjakusuma, 2012 dalam Tumenggung, 2013).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013), menunjukkan bahwa
prevalensi nasional hipertensi adalah sebesar 25,8%. Dari jumlah penderita
tersebut, hanya sepertiga yang telah terdiagnosis atau mendapatkan
pengobatan atau treatment. Sisanya, dua pertiga lagi tidak terdiagnosis
apalagi tidak minum obat. Berdasarkan kelompok umur penderita hipertensi,
prevalensi hipertensi pada umur diatas 75 tahun adalah sebesar 63,8%, dan
juga untuk umur 65-74 tahun adalah sebesar 57,6%, terus untuk umur 55-64
tahun adalah sebesar 45,9%, kemudian untuk umu 45-54 tahun adalah sebesar
36,6%, kemudian untuk umur 35-44 tahun adalah 24,8%, selanjutnya untuk umur
25-34 tahun adalah sebesar 14,7% dan untuk umur 15-24 tahun adalah sebesar
8,7% (Depkes RI, 2016).
C.
Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan menjadi hipertensi dimana tekanan
sistolik sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan tekanan diastolik sama atau
lebih besar dari 90 mmHg, dan hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan
sistolik sama atau lebih besar dari 160 mmHg dan tekana diastolik lebih
rendah dari 90 mmHg. Sedangkan berdasarkan penyebab hipertensi dapat
dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu hipertensi esensial (hipertensi primer)
dan hipertensi sekunder (Darmojo & Hadimartono, 1999).
Hipertensi primer atau esensial atau hipertensi idiopatik adalah hipertensi
yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi jenis ini merupakan 90% kasus
hipertensi yang banyak terjadi di masyarakat. Hipertensi ini merupakan
proses kompleks dari beberapa organ utama dan sistem, meliputi jantung,
pembuluh darah, saraf, hormon, dan ginjal.
Hipertensi sekunder adalah naiknya tekanan darah yang diakibatkan oleh
suatu sebab. Hipertensi jenis ini terjadi pada 5% kasus yang terjadi di
masyarakat. Selain itu, ada beberapa jenis hipertensi dengan ciri khas
khusus. Isolated Sistolic Hypertension
adalah hipertensi yang terjadi ketika tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg,
namun tekanan diastolik dalam batas normal. Keadaan ini berhubungan dengan
arteriosclerosis (pengerasan dinding arteri). Pregnancy Induced Hypertension
adalah kondisi naiknya tekanan darah yang terjadi selama kehamilan, dimana
naiknya tekanan darah sistolik dan diastolik lebih dari 15 mmHg (Guibert R
dan Franco ED, 1999).
D.
Etiologi
Penyebab hipertensi pada lanjut usia dikarenakan terjadinya perubahan pada
elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku,
kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20
tahun, sehingga kontraksi dan volumenya pun ikut menurun, kehilangan
elastisitas pembuluh darah karena kurang efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigen, meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Brunner &
Suddarth, 2000).
Penyebab dari hipertensi essensial atau idiopatik meliputi faktor genetik
dan lingkungan. Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darah terhadap
vasokontriktor, resitensi insulin, dll. Sedangkan yang termasuk faktor
lingkungan antara lain diet, kebiasaan meroko, stress emosi, obesitas, dll
(Nafrialdi, 2009). Pada sebagian
besar pasien, kenaikan berat badan
yang berlebihan dan gaya hidup
tampaknya memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi.
Kebanyakan pasien hipertensi memiliki berat badan yang
berlebih dan penelitian pada berbagai populasi menunjukkan bahwa kenaikan
berat badan yang berlebih (obesitas) memberikan resiko 65-70 % untuk terkena hipertensi
primer (Guyton, 2008).
Hipertensi sekunder meliputi 5-10% kasus hipertensi merupakan hipertensi
sekunder dari penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat
meningkatkan tekanan darah. Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat
penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskuler adalah penyebab sekunder
yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung maupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan
tekanan darah (Oparil, 2003). Hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui,
sering berhubungan dengan beberapa penyakit misalnya ginjal, jantung
koroner, diabetes dan kelainan sistem saraf pusat (Sunardi, 2000).
E.
Patofisiologi
Dalam buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth (2000)
menjelaskan patofisiologi hipertensi terdapat pada, mekanisme yang mengatur
atau mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasonator. Pada medula otak, dari pusat vasomotor inilah bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna,
medula spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat
vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak kebawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre
ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meski
tidak diketahui denagn jelas mengapa bisa terjadi hal tersebut.
F.
Manifestasi Klinis
a.
Sakit kepala
b.
Pusing
c.
Lemas
d.
Kelelahan
e.
Gelisah
f.
Mual & muntah
g.
Sukar tidur
h.
Mata berkunang-kunang
i.
Telinga berdengung
G.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium
Untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
b.
CT Scan
Untuk mengkaji adanya tumor celebral, encelopati
c.
EKG
Untuk dapat menunjukkan pola regangan dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
d.
IUP
Untuk mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti : batu ginjal dan
perbaikan ginjal
e.
Foto dada
Untuk menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.
H.
Penatalaksanaan Medis
Setelah diagnosa hipertensi ditegakkan dan diklasifikasikan menurut
golongan atau derajatnya, maka dapat dilakukan dua strategi penatalaksanaan
dasar yaitu :
1.
Non farmakologi
Yaitu tindakan untuk mengurangi faktor resiko yang telah diketahui akan
menyebabkan atau menimbulkan komplikasi, misalnya menghilangkan obesitas,
menghentikan kebiasaan merokok, mengurangi konsumsi alkohol, dan mengurangi
asupan garam, olahraga teratur, dan pemberian kalium dalam bentuk makanan
buah dan sayuran.
2.
Farmakologi
Yaitu memberikan obat anti hipertensi yang telah terbukti kegunaannya dan
keamanannya bagi penderita. Obat-obatan yang digubakan pada hipertensi
adalah :
a.
Diuretik, contohnya furosemide, triamferena, spironolactone
b.
Beta blockers, contohnya metaprolol, atenolol, timolol
c.
ACE-inhibitor, contohnya lisinopril, captopril, quinapril
d.
Alpha-blockers, contohnya prazosin, terazosin
e.
Antagonis kalsium, contohnya diltiazem, amlodipine, nifedipine
f.
Vasodilator-direct, contohnya minixidil, mitralazine
g.
Angiotensin reseptor antagonis, contohnya losartan
h.
False-neurotransmitter, contohnya clodine, metildopa, guanabens khusus
Upaya terapi khusus ditujukan untuk penderita hipertensi sekunder yang
jumlahnya kurang lebih 10% dari total penderita hipertensi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
Pengkajian pada lansia dengan hipertensi menurut Doengoes, et al (2001)
adalah :
1.
Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko
2.
Pola aktivitas & istirahat
3.
Sirkulasi
4.
Integritas ego
5.
Eliminasi
6.
Makanan / cairan
7.
Neurosensori
8.
Nyeri / ketidaknyamanan
9.
Pernafasan
10. Keamanan
B.
Diagnosa
Diagnosa keperawatan pada pasien hipertensi menurut Doengoes, et al (2001)
adalah :
1.
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
2.
Intoleransi aktivitas
3.
Nyeri akut
C.
Intervensi & Implementasi
No
|
Diagnosa
|
Tujuan
|
NIC
|
NOC
|
1.
|
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
|
ü tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima.
ü Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang dan
pasien
|
1.
Pantau tekanan darah.
2.
Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
3.
Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
4.
Amati warna kulit,
kelembaban suhu, dan masa pengisian kapiler.
5.
Catat edema
umum/tertentu.
6.
Beri lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktifitas/keributan
lingkungan dan batasi jumlah pengunjung dan lamannya tinggal.
7.
Pertahankan pembatasan aktifitas (jadwal istirahat tanpa gangguan,
istirahat di tempat tidur/kursi), bantu pasien melakukan aktifitas
perawatan diri sesuai kebutuhan.
8.
Lakukan tindakan yang nyaman (pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat tidur).
9.
Anjurkan tehnik relaksasi, distraksi, dan panduan imajinasi.
10.
Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
11.
Kolaborasi dalam
pemberian obat-obat sesuai indikasi seperti:
Diuretik tiazoid: diuril, esidrix, bendroflumentiazoid
12.
Kolaborasi dalam memerikan pembatasan cairan dan diet natrium
sesuai indikasi.
13.
Siapkan untuk pembedahan bila ada indikasi.
|
1.
Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap
tentang keterlibatan/bidang masalah vaskuler.
2.
Denyutan karotis, jugularis, radialis, dan femoralis mungkin
diamati atau tekanan palpasi. Denyutan pada tungkai mungkin menurun:
efek dari vasokontraksi.
3.
Bunyi jantung IV umum terdengar pada hipertensi berat dan kerusakan
fungsi adanya krakels mengi dapat mengindikasi kongesti paru
sekunder terhadap atau gagal jantung kronik.
4.
Mungkin berkaitan dengan vasokontraksi atau mencerminkan
dekompensasi atau penurunan curah jantung.
5.
Mengindikasi gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler.
6.
Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, menurunkan
relaksasi.
7.
Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah
dan perjalanan penyakit hipertensi.
8.
Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang
simpatis.
9.
Menurunkan rangsangan stress membuat efek tenang, sehingga akan
menurunkan tekanan darah.
10.
Respon terhadap terapi obat tergantung pada individu dan efek
sinergis obat.
11.
Dapat memperkuat agen antihipertensi lain dengan membatasi retensi
cairan.
12.
dapat menangani retensi cairan dengan respon hipertensi yang dapat
melibatkan beban kerja jantung.
13.
Bila hipertensi berhubungan dengan adanya fcokromositoma maka
pengangkatan tumor dapat memperbaiki kondisi.
|
2.
|
Intoleransi aktivitas
|
ü Berpartisipasi dalam aktifitas yang dinginkan/diperlukan.
ü Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat
diukur.
ü Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda toleransi fisiologis.
|
1.
Kaji respon pasien terhadap aktifitas frekuensi nadi, peningkatan
tekanan darah yang nyata selama/sesudah aktifitas.
2.
Instruksikan tehnik penghematan energi (menggunakan kursi saat
mandi, duduk, menyisir rambut atau menyikat gigi, lakukan aktifitas
dengan perlahan).
3.
Berikan dorongan untuk melakukan aktifitas/perawatan diri bertahap
jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
|
1.
Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologis
stress terhadap aktifitas dan bila ada merupakan indikator dari
kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktifitas.
2.
Dapat mengurangi penggunaan energi dan membantu keseimbangan antara
suplai antara suplai dan kebutuhan O2.
3.
Kemajuan aktifitas bertahap mencegah penurunan kerja jantung
tiba.
|
3.
|
Nyeri akut
|
ü melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang/tidak terkontrol
ü Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
|
1.
Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
2.
Berikan kompres dingin pada dahi, pijat punggung, dan leher,
tenang, redupkan lampu kamar, tehnik relaksasi.
3.
Hilangnya/minimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat menurunkan
dan sakit kepala, misalnya: batuk panjang, mengejan saat BAB, dan
lain-lain.
4.
Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
5.
Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila
terjadi perdarahan hidung atau kompres di hidung telah dilakukan
untuk menghentikan perdarahan.
6.
Kolaborasi dalam pemberian analgesik dan antiansietas.
|
1.
Meminimalkan stimulasi atau menurunkan relaksasi.
2.
Menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang memperlambat/ memblok
respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan
komplikasi.
3.
Menyebabkan sakit kepala pada adanya tekanan vaskuler serebral
karena aktifitas yang meningkatkan vaskonotraksi.
4.
Pusing dan pengelihatan kabur sering berhubungan dengan sakit
kepala.
5.
Menaikkan kenyamanan kompres hidung dapat mengganggu menelan atau
membutuhkan nafas dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral
dan mengeringkan mukosa.
6.
Dapat mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan yang diperbuat oleh
stress.
|
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998
tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).
Menurut WHO lanjut usia terdiri dari beberapa pengelompokan umur
diantaranya yaitu sebagai berikut : Usia pertengahan middle age 45-59 tahun,
Lansia 60-74 tahun (elderly), Lansia tua 75-90 tahun (old), dan Usia sangat
tua (very old).
Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia meliputi
perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial,
perubahan kognitif dan perubahan spiritual.
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten, dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg. Pada
populasi lansia hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan tekanan diastolik 90 mmHg. Menurut
WHO 1996, batasan tekanan darah normal orang dewasa adalah maksimum 140/90 mmHg.
Apabila tekanan darah seseorang diatas angka tersebut pada beberapa kali
pengukuran di waktu yang berbeda, orang tersebut bisa dikatakan menderita
hipertensi. Pasien hipertensi memiliki resiko lebih besar untuk mendapatkan
serangan jantung dan stroke (Suwarsa, 2006).
B.
Saran
a.
Perlu adanya peningkatan kerjasama yang baik antara perawat dan keluarga
pasien, tim medis dalam proses keperawatan.
b.
Perlu dilakukannya penyuluhan dan promosi kesehatan tentang hipertensi
c.
Perawat harus menjalin hubungan yang baik dengan klien untuk terwujudnya
asuhan keperawatan yang dilakukan.
d.
Perawat harus menggunakan komunikasi terapeutik dan respon empati
e.
Perawat harus mendengarkan dan mendorong pasien untuk mendiskusikan pikiran
dan perasaan klien
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2002).
Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sobel, Barry J, et all (1999).
Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis Dan Terapi. Jakarta : Penerbit Hipokrates.
Tucker, S.M, et all (1999).
Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis Dan Evaluasi
Edisi V. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suwarsa (2006).
Kiat Sehat Bagi Lansia. Bandung
: MQS Publishing.
Jhonson, Marion dkk. 2000.
Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louise, Missouri : Mosby, Inc.
McCloskey, Joanne C. 1996.
Nursing Intervention Classification
(NIC). St. Louise, Missouri :
Mosby, Inc.
NANDA.
Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2005-2006.
Philadelphia : NANDA Internasional.
Rikesdas. 2015.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Posting Komentar